BANGKALAN, CNI – Istana Kepresidenan menyampaikan permintaan maaf atas maraknya kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Hingga pertengahan September 2025, tercatat lebih dari 5.000 siswa menjadi korban.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menegaskan, kasus-kasus tersebut bukan hal yang diinginkan pemerintah.
Ia menambahkan bahwa MBG tetap dilanjutkan, tetapi dengan evaluasi menyeluruh bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah.
“Tentunya kami atas nama pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional, memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah. Yang tentu saja itu bukan sesuatu yang kita harapkan dan bukan sesuatu kesengajaan,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (20/9/2025).
Lantas, langkah apa saja yang akan dilakukan pemerintah sebagai evaluasi?
Istana bicara evaluasi dan sanksi
Selain meminta maaf, Prasetyo memastikan setiap korban keracunan ditangani segera.
“Memastikan bahwa seluruh yang terdampak harus mendapatkan penanganan secepat mungkin dan sebaik-baiknya,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan BGN dan pemda.
“Tentu saja ini menjadi bahan evaluasi dan catatan. Kami telah berkoordinasi dengan BGN termasuk dengan pemerintah daerah,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Jumat (19/9/2025).
Selain itu, pemerintah menyiapkan sanksi bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti lalai.
“Harus ada sanksi. Dan sanksi kalau memang itu adalah faktor kesengajaan atau kelalaian dalam melaksanakan SOP, tentunya akan ada sanksi kepada SPPG yang dimaksud. Tetapi juga sanksi yang akan diterapkan jangan sampai mengganggu sisi operasional sehingga penerima manfaat tetap mendapatkan MBG ini,” tegas Prasetyo, dikutip dari Kompas.com, Jumat.
Langkah perbaikan
Sebelumnya, BGN menyatakan sedang memperketat standar operasional prosedur. Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan bahwa makanan tidak boleh lagi dibersihkan di sekolah, melainkan harus diproses di SPPG.
“Kami ingin mencapai nol atau tidak ada kejadian,” jelasnya pada April lalu.
Selain SOP, evaluasi juga menyasar distribusi makanan, pengawasan dapur, hingga mekanisme izin pendirian SPPG. Pemerintah menegaskan bahwa izin operasional hanya diberikan setelah verifikasi ketat.
Data kasus keracunan terbaru
Kasus terbaru terjadi di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, pada 17 September 2025. Data RS Trikora Salakan mencatat 251 pelajar dari enam sekolah mengalami gejala keracunan.
Di Garut, Jawa Barat, 194 siswa terdampak, 19 di antaranya dirawat intensif. Di Sumbawa, NTB, sekitar 90 siswa mengalami gejala serupa, sementara di Tual, Maluku, belasan siswa juga harus mendapat perawatan medis.
Gelombang kasus ini menambah catatan panjang keracunan MBG di berbagai daerah, termasuk Tasikmalaya, Pamekasan, Blora, Lamongan, Brebes, Gunungkidul, hingga Ambon.
Sorotan DPR soal pengawasan
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai akar masalah terletak pada lemahnya pengawasan BGN. Ia menilai lembaga tersebut lebih mengejar kuantitas dapur dibanding menjamin mutu.
“Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi, ada yang belum memenuhi standar,” kata Edy, dilansir dari Kompas.com, Jumat (19/9/2025).
Edy juga mengingatkan agar izin dapur tidak diberikan tanpa verifikasi.
“Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” ujarnya.
Pemerintah menegaskan MBG akan tetap berjalan sambil memperbaiki kualitas pengawasan.
Di sisi lain, BGN juga menegaskan target besar program adalah zero accident. Dadan menyebut perbaikan SOP dan pengetatan pengawasan akan terus dilakukan untuk mencegah keracunan di kemudian hari.